http://i1013.photobucket.com/albums/af252/oneuglycoffin/PhotoshopEdits/cuppycakecursor.png

Sabtu, 11 Mei 2013

Pengunaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Diposting oleh Unknown di 12.42
detail beritaMagnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendiagnosis penyakit dan menentukan jenis pengobatan terhadap pasien terus berkembang. Teknologi melalui pencitraan tersebut kini semakin akurat dan efektif.

Kemajuan teknologi di bidang kedokteran saat ini memberi kemudahan kepada para praktisi kedokteran untuk mendiagnosis penyakit dan menentukan jenis pengobatan terhadap pasien. Salah satu bentuk teknologi canggih tersebut adalah penggunaan alat MRI untuk melakukan pencitraan diagnosis penyakit pasien.



MRI didefinisikan sebagai pemeriksaan yang bersifat noninvasif untuk mendapatkan gambar dari berbagai bagian tubuh seorang manusia tanpa menggunakan sinar-X, tidak seperti gambar X-ray dan CT scan. Alat pemindai MRI terdiri atas medan magnet yang besar dan sangat kuat di daerah di mana pasien diletakkan. Sebuah antena gelombang radio digunakan untuk mengirim sinyal ke tubuh dan kemudian menerima sinyal itu kembali.



Sinyal ini lalu diubah menjadi gambar oleh komputer yang terpasang ke alat pemindai (scanner). Gambar dari hampir seluruh bagian tubuh dapat diperoleh di hampir semua sudut tertentu. Sinyal gelombang radio yang digunakan sebenarnya medan magnet yang bervariasi atau berubah jauh lebih lemah daripada di lapangan, medan magnet yang kuat dari magnet utama.

MRI telah digunakan sejak 1980-an, namun hingga kini teknologinya terus berkembang.
Untuk semakin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para ahli radiologi Indonesia, GE Healthcare (GEHC) bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) menyelenggarakan sebuah program pelatihan dan workshop. Acara tersebut mengundang dr Scott W Atlas, profesor radiologi dan kepala neuro-radiologi dari Medical Center Stanford University, Amerika Serikat. Menurut dia, perkembangan MRI semakin pesat dengan lebih banyak lagi perangkat lunak (software) yang bisa ”dibenamkan” di dalam alat sehingga meningkatkan kinerjanya.

”Jika sudah di-upgrade, hasil pemindaian dari MRI akan keluar lebih cepat dan menghasilkan diagnosis yang lebih akurat dibandingkan alat lain. Ini sangat berguna bagi pasien yang sedang kritis dan membu- tuhkan penanganan segera,” sebutnya dalam acara temu media di Mandarin Oriental Hotel, belum lama ini.

Pemeriksaan lewat MRI, menurut dia, juga aman. MRI tidak menggunakan sinar-X yang berisiko terpapar radiasi yang akan memiliki berbagai dampak negatif terhadap tubuh, seperti halnya CT scan. Prosedur MRI juga tidak menimbulkan sakit, kerusakan jaringan, dan sebagainya.

Namun, ada beberapa orang yang disarankan untuk tidak menggunakan fasilitas MRI, seperti orang yang fobia berada di ruang sempit (claustrophobic) atau yang menggunakan perangkat medis implant, misalnya klip aneurisma di otak, alat pacu jantung, dan cochlear (implan yang diletakkan di telinga bagian dalam untuk alat bantu dengar).

Selain itu, pasien dengan potongan-potongan logam yang ditanamkan dekat atau di dalam organ penting (misalnya mata), yang mungkin tidak bisa dipindai, juga tidak diperbolehkan menggunakan MRI.

”MRI bisa aman digunakan beberapa kali, tanpa batasan, bahkan oleh anak-anak dengan kondisi penyakit tertentu,” sebut Atlas.

Saat ini MRI adalah cara pencitraan yang paling sensitif,terutama untuk otak pada praktik rutin. Atlas mengemukakan, pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan pada pembuluh darah, tulang belakang, multiple sclerosis, jaringan lunak, tumor, infeksi, perdarahan, hingga stroke. Selain itu, hasil MRI dapat menjadi pemandu dokter bedah sehingga operasi bisa lebih aman.

”Negara-negara yang banyak mengembangkan perangkat lunak untuk MRI, di antaranya Amerika Serikat, negara-negara Eropa bagian barat,Jepang,dan Australia. Mereka memiliki manufaktur sendiri dan dikembangkan berdasarkan riset-riset di perguruan tinggi,” katanya.

Menurut Atlas, di negaranegara Barat, pasien boleh memilih sendiri menggunakan cara apa untuk mendiagnosis penyakit, apakah dengan MRI, CT scan, sinar-X atau yang lainnya. Namun, pada dasarnya, penetapan tersebut adalah hak dokter sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien.

Ketua Umum PDSRI dr Bambang Budyatmoko Sp.Rad (K) mengakui, pengetahuan dan keahlian dokter radiologi di Tanah Air dalam mengoperasikan MRI tidak merata. Terutama, bagi mereka yang bertugas di daerah-daerah yang jauh dan terpencil.

sumber : http://health.okezone.com

0 komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 11 Mei 2013

Pengunaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

detail beritaMagnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendiagnosis penyakit dan menentukan jenis pengobatan terhadap pasien terus berkembang. Teknologi melalui pencitraan tersebut kini semakin akurat dan efektif.

Kemajuan teknologi di bidang kedokteran saat ini memberi kemudahan kepada para praktisi kedokteran untuk mendiagnosis penyakit dan menentukan jenis pengobatan terhadap pasien. Salah satu bentuk teknologi canggih tersebut adalah penggunaan alat MRI untuk melakukan pencitraan diagnosis penyakit pasien.



MRI didefinisikan sebagai pemeriksaan yang bersifat noninvasif untuk mendapatkan gambar dari berbagai bagian tubuh seorang manusia tanpa menggunakan sinar-X, tidak seperti gambar X-ray dan CT scan. Alat pemindai MRI terdiri atas medan magnet yang besar dan sangat kuat di daerah di mana pasien diletakkan. Sebuah antena gelombang radio digunakan untuk mengirim sinyal ke tubuh dan kemudian menerima sinyal itu kembali.



Sinyal ini lalu diubah menjadi gambar oleh komputer yang terpasang ke alat pemindai (scanner). Gambar dari hampir seluruh bagian tubuh dapat diperoleh di hampir semua sudut tertentu. Sinyal gelombang radio yang digunakan sebenarnya medan magnet yang bervariasi atau berubah jauh lebih lemah daripada di lapangan, medan magnet yang kuat dari magnet utama.

MRI telah digunakan sejak 1980-an, namun hingga kini teknologinya terus berkembang.
Untuk semakin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para ahli radiologi Indonesia, GE Healthcare (GEHC) bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) menyelenggarakan sebuah program pelatihan dan workshop. Acara tersebut mengundang dr Scott W Atlas, profesor radiologi dan kepala neuro-radiologi dari Medical Center Stanford University, Amerika Serikat. Menurut dia, perkembangan MRI semakin pesat dengan lebih banyak lagi perangkat lunak (software) yang bisa ”dibenamkan” di dalam alat sehingga meningkatkan kinerjanya.

”Jika sudah di-upgrade, hasil pemindaian dari MRI akan keluar lebih cepat dan menghasilkan diagnosis yang lebih akurat dibandingkan alat lain. Ini sangat berguna bagi pasien yang sedang kritis dan membu- tuhkan penanganan segera,” sebutnya dalam acara temu media di Mandarin Oriental Hotel, belum lama ini.

Pemeriksaan lewat MRI, menurut dia, juga aman. MRI tidak menggunakan sinar-X yang berisiko terpapar radiasi yang akan memiliki berbagai dampak negatif terhadap tubuh, seperti halnya CT scan. Prosedur MRI juga tidak menimbulkan sakit, kerusakan jaringan, dan sebagainya.

Namun, ada beberapa orang yang disarankan untuk tidak menggunakan fasilitas MRI, seperti orang yang fobia berada di ruang sempit (claustrophobic) atau yang menggunakan perangkat medis implant, misalnya klip aneurisma di otak, alat pacu jantung, dan cochlear (implan yang diletakkan di telinga bagian dalam untuk alat bantu dengar).

Selain itu, pasien dengan potongan-potongan logam yang ditanamkan dekat atau di dalam organ penting (misalnya mata), yang mungkin tidak bisa dipindai, juga tidak diperbolehkan menggunakan MRI.

”MRI bisa aman digunakan beberapa kali, tanpa batasan, bahkan oleh anak-anak dengan kondisi penyakit tertentu,” sebut Atlas.

Saat ini MRI adalah cara pencitraan yang paling sensitif,terutama untuk otak pada praktik rutin. Atlas mengemukakan, pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan pada pembuluh darah, tulang belakang, multiple sclerosis, jaringan lunak, tumor, infeksi, perdarahan, hingga stroke. Selain itu, hasil MRI dapat menjadi pemandu dokter bedah sehingga operasi bisa lebih aman.

”Negara-negara yang banyak mengembangkan perangkat lunak untuk MRI, di antaranya Amerika Serikat, negara-negara Eropa bagian barat,Jepang,dan Australia. Mereka memiliki manufaktur sendiri dan dikembangkan berdasarkan riset-riset di perguruan tinggi,” katanya.

Menurut Atlas, di negaranegara Barat, pasien boleh memilih sendiri menggunakan cara apa untuk mendiagnosis penyakit, apakah dengan MRI, CT scan, sinar-X atau yang lainnya. Namun, pada dasarnya, penetapan tersebut adalah hak dokter sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien.

Ketua Umum PDSRI dr Bambang Budyatmoko Sp.Rad (K) mengakui, pengetahuan dan keahlian dokter radiologi di Tanah Air dalam mengoperasikan MRI tidak merata. Terutama, bagi mereka yang bertugas di daerah-daerah yang jauh dan terpencil.

sumber : http://health.okezone.com

0 komentar:

 

ISOTOP Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea